PERLUNYA CYBERLAW DALAM RANGKA MENGHADAPI DAN MENANGGULANGI KEJAHATAN DUNIA MAYA

Latar Belakang

Teknologi informasi dan komunikasi
(TIK) telah menjadi bagian hidup
manusia yang tidak dapat
dipisahkan. Keberadaan TIK
membuat hidup kita menjadi lebih
mudah dan menyenangkan.
Aktivitas yang terkait dengan
pekerjaan, pendidikan, hingga
hiburan terkait erat dengan
pemanfaatan TIK. Menyusun
dokumen elektronik, melakukan
penghitungan, mengirim dan
membaca e-mail, berselancar di
internet, chatting merupakan
aktivitas sehari-hari yang
memanfaatkan TIK. Tidak ada
satupun organisasi atau perusahaan
yang tidak menggunakan peralatan
TIK dalam kegiatannya, bahkan bagi
sebagian mereka, TIK sudah menjadi
bagian utama pelaksanaan
kegiatan.
Layaknya dunia nyata, dalam dunia
TIK selain hal-hal baik yang
diperoleh, ada juga hal-hal buruk
yang mengintai, antara lain seperti
penyebaran virus komputer dan
spam, aktivitas cracking dan
sniffing, dan sebagainya. Kita harus
menerima kenyataan bahwa ada
orang yang bermaksud tidak baik
diluar sana.
Setiap pengguna komputer pernah
mengalami serangan virus, spam,
atau bentuk kejahatan TIK lainnya
pada satu ketika dalam hidupnya.
Siapa yang tidak kenal ”Brontok”,
worm made in Indonesia, yang
dapat menginfeksi suatu komputer
dan menyebar dengan sangat cepat
melalui USB Flash Disk dan jaringan.
Banyak komputer yang terinfeksi
dengan parah tidak dapat
dipergunakan hingga mereka
dibersihkan atau diformat ulang.
Dapat dibayangkan berapa kerugian
dari segi waktu, produktifitas kerja,
serta biaya yang harus dikeluarkan
untuk membersihkan virus tersebut.
Karakteristik serangan virus yang
dapat menyebar luas dengan cepat
juga dapat mengancam
keberlangsungan operasional suatu
organisasi atau perusahaan yang
menggantungkan segala akivitasnya
pada TIK.
Sejalan dengan perkembangan
teknologi, kejahatan dalam dunia
TIK juga berkembang sangat cepat.
Kita tidak akan mungkin dapat
menuntaskan semua potensi
serangan kejahatan TIK tersebut
sekaligus. Namun demikian ada
langkah-langkah reaktif maupun
preventif yang dapat dilaksanakan
guna mengatasi permasalahan
tersebut diatas. Salah satunya
melalui penegakan hukum dunia
maya atau cyberlaw.

Potensi Kejahatan Dunia Maya
Kejahatan dalam bidang teknologi
informasi dengan melakukan
serangan elektronik berpotensi
menimbulkan kerugian pada bidang
politik, ekonomi, sosial budaya,
yang lebih besar dampaknya
dibandingkan dengan kejahatan
yang berintensitas tinggi lainnya. Di
masa datang, serangan elektronik
dapat mengganggu perekonomian
nasional melalui jaringan yang
berbasis teknologi informasi seperti
perbankan, telekomunikasi satelit,
listrik dan lalu lintas penerbangan.
Hal ini dipicu oleh beberapa
permasalahan yang ada dalam
konvergensi teknologi, misalnya
internet membawa dampak negatif
dalam bentuk munculnya jenis
kejahatan baru, seperti hacker
yang membobol komputer milik
bank dan memindahkan dana serta
merubah data secara melawan
hukum. Teroris menggunakan
internet untuk merancang dan
melaksanakan serangan, penipu
menggunakan kartu kredit milik
orang lain untuk berbelanja melalui
internet. Perkembangan TI di era
globalisasi akan diwarnai oleh
manfaat dari adanya ecommerence,
e-government,
foreign direct investment, industri
penyedia informasi dan
pengembangan UKM.
Dapat dibayangkan, bagaimana jika
sebuah infrastuktur teknologi
informasi yang bersentuhan dengan
hajat hidup orang banyak tidak
dilindungi dengan sistem
keamanan. Misalnya jaringan
perbankan, dikacau balaukan atau
dirusak data-datanya oleh pihak
yang tidak bertanggung jawab,
sehingga informasi yang ada di
dalamnya juga kacau dan rusak.
Dengan demikian masyarakat yang
bersentuhan hanyalah sederetan
tulisan, akan tetapi angka-angka
dalam sebuah data dan informasi
perbankan merupakan hal yang
sensitif. Kacaunya atau rusaknya
angka-angka tersebut dapat
merugikan masyarakat dan bahkan
dapat merusak lalu lintas
perekonomian dan keuangan serta
dapat berdampak pada keamanan,
ketentraman dan ketertiban dalam
masyarakat. Demikian pula,
infrastuktur TI lainnya seperti
Penerbangan, Pertahanan, Migas,
PLN dan lain-lainnya, dapat
dijadikan sebagai sarana teror bagi
teroris. Di masa depan, bukan tidak
mungkin teroris akan menjadikan
jaringan teknologi informasi sebagai
sarana untuk membuat kacau dan
teror dalam masyarakat.
Motivasi untuk melakukan
kejahatan dunia maya meningkat
secara eksponensial. Ditambah lagi
dengan potensi yang dihasilkan dari
kejahatan dunia maya. Pada
kejahatan perampokan bank, ratarata
dihasilkan US$ 14,000,
sedangkan dalam kejahatan
berbasis teknologi informasi
kerugian yang dihasilkan rata-rata
mencapai US$ 2 juta. Berapa besar
kerugian yang sebenarnya terjadi
akibat cyber crime tidak dapat
dinilai secara pasti, karena sangat
sedikit perusahaan atau organisasi
yang melaporkannya. Hal ini terjadi
karena mereka takut akan adanya
kepanikan yang dapat
mengakibatkan kerugian yang lebih
besar lagi.
Pemerintah memberikan perhatian
serius pula terhadap masalah
keamanan informasi. Departemen
Kominfo telah membentuk IDSIRTI
(Indonesian Security
Incident Response Team on
Information Infrastructure),
POLRI juga membentuk Cyber
Task Force Center, disamping itu
juga ada ID-CERT sebagai institusi
independen yang bertujuan
melakukan sistem keamanan
teknologi informasi. Pembentukan
ID-SIRTI dalam jajaran Departemen
Kominfo bukan berarti mengambil
alih tugas dan fungsi institusi
sekuriti lainnya. Bahkan tanpa task
force yang ada di Departemen
Kominfo peran dan fungsi
Kepolisian dan Kejaksaanpun tetap
akan berjalan wajar, demikian pula
ID-CERT dan lembaga lainnya yang
dibentuk oleh masyarakat TI tetap
berfungsi dan berjalan normal.
Pada era global sekarang ini,
keamanan sistem informasi berbasis
internet menjadi suatu ”Keharusan”
untuk diperhatikan, karena jaringan
komputer internet yang sifatnya
publik dan global pada dasarnya
tidak aman. Pada saat data terkirim
dari suatu komputer ke komputer
yang lain dalam internet, data itu
akan melewati sejumlah komputer
yang lain yang berarti akan memberi
kesempatan pada user internet
lainnya untuk menyadap atau
mengubah data tersebut. Dalam
perjalanan data tersebut,
memungkinkan orang lain untuk
ikut serta ”mendengarkan” melalui
alat bantu yang lazim disebut
dengan ”sniffer”. Ini bisa
dianalogikan bahwa seseorang
memberi informasi ke pak RT lewat
beberapa tetangga. Dalam dunia
komunikasi data global yang
senantiasa berubah, dan cepatnya
perkembangan software, keamanan
senantiasa menjadi isu yang
penting. Untuk itulah diperlukan
adanya keamanan sistem informasi
data global yang sifatnya
komperhensif.
Masih segar dalam ingatan kita,
sebuah peristiwa hacking pada
tabulasi data pemilu 2004 pada
situs http://tnp.kpu.go.id, dimana
telah terjadi perubahan tampilan
pada situs tersebut dengan
merubah nama-nama partai peserta
pemilu, dengan tehnik serangan
Cross Site Scripting (XSS) dan SQL
Injection (Structure Query
Language). Sang hacker cukup
cerdik melakukan serangan dengan
jenis ”web hacking” yang
dikombinasikan dengan proses
”spoofing”, yakni dengan
menggunakan ”Anonymous Proxy”
tertentu dan dari proxy list diambil
proxy yang berada di Thailand
dengan IP tertentu.
Kemudian sang hacker melakukan
update daftar nama-nama partai
dengan tehnik SQL Injection melalui
IP Thailand (IP.208.147.1.1)
Terkadang kita meremehkan orang
lain dan telah menganggap sistem
yang kita bangun sudah aman
100%. Padahal, sampai detik ini,
tidak ada suatu sistem yang bisa
aman 100%. Peristiwa yang
menimpa situs KPU merupakan
bencana bagi dunia IT, sekecil
apapun akibat yang ditimbulkannya,
pasti akan ada bentuk-bentuk
kerugian yang dialami. Jika bukan
kerugian materi, bisa juga
berdampak pada kerugian sosial
politik. Jika saja sang hacker tidak
segera tertangkap, tentunya dia
akan memiliki waktu lebih banyak
untuk melakukan uji cobanya
terhadap kehandalan situs KPU.
Dampak yang paling kita tidak
harapkan adalah jika terjadi
perubahan pada perolehan suara,
dimana dapat membuat Negara ini
chaos dan pemilu bisa gagal atau
batal dibuatnya, rakyat protes dan
demo akan ada dimana-mana
secara besar-besaran.
Perlunya Undang-undang Dunia
Maya (Cyber Law)
Dari sekian banyak pernik-pernik
sistem keamanan penyusun
kebijakan sistem keamanan
merupakan hal yang sangat penting
untuk diperhatikan. Keijakan
keamanan menyediakan kerangkakerangka
untuk membuat
keputusan yang spesifik, misalnya
mekanisme apa yang akan
digunakan untuk melindungi
jaringan dan bagaimana
mengkonfigurasi servis-servis.
Kebijakan keamanan juga
merupakan dasar untuk
mengembangkan petunjuk
pemrograman yang aman untuk
diikuti user maupun bagi
administrator sistem.
Kebijakan keamanan sistem
informasi yang paling penting ada
pada tatanan hukum nasional dalam
bentuk Undang-undang Dunia
Maya (Cyber Law) yang mengatur
aktivitas dunia maya termasuk
pemberian sanksi pada aktivitas
jahat dan merugikan
Pengaturan hukum dalam internet
masih relatif baru dan terus
berkembang, ada dorongan
pengaturan yang bersifat global,
namun kedaulatan hukum
menjadikannya tidak mudah
terlaksana. Hal ini menjadi salah
satu kelemahan dari penegakkan
cyber law, terutama jika
menyangkut perkara kejahatan yang
dilakukan oleh individu atau teroris
dan entitas bisnis yang berada di
negara lain. Konstitusi suatu negara
tidak dapat dipaksakan kepada
Negara lain, karena dapat
bertentangan dengan kedaulatan
dan konstitusi negara lain, oleh
karena itu hanya berlaku di negara
yang bersangkutan saja. Oleh
karena itu, masyarakat peduli
keamanan teknologi informasi
sangat menaruh perhatian dan
kerjasama global dalam menyikapi
kejahatan-kejahatan TI yang sudah
terjadi, sedang terjadi dan akan
terjadi, seperti misalnya Convention
on Cybercrime 2001 yang digagas
oleh Uni Eropa pada tanggal 23
November 2001 di Budapest,
Hongaria. Substansi konvensi
mencakup area yang cukup luas,
bahkan mengandung kebijakan
kriminal yang bertujuan untuk
melindungi masyarakat dari
cybercrime baik melalui undangundang
maupun kerjasama
international. Dalam konvensi ini
telah dicakup adanya ”ekstradisi
otomatis”, artinya, walau tidak ada
perjanjian ektradisi dengan negara
tertentu, cukup dengan meratifikasi
konvensi ini atau ikut dalam
konvensi ini, maka telah dianggap
adanya perjanjian ekstradisi dengan
negara-negara peserta konvensi,
guna mempersempit ruang
yurisdiksi suatu negara terhadap
negara lainnya khususnya dalam
menegakkan hukum cyber secara
global.
Kejahatan cyber dapat dipicu oleh
adanya transisi dari single vendor ke
multi vendor. Banyak jenis
perangkat dari berbagai vendor
yang harus dipelajari, misalnya
untuk router Cisco, Bay Networks,
Nortel, 3Com, Juiper, Linux-Based
router dan sebagainya. Dan untuk
server seperti Solaris, Windowa
NT/2000/XP, SCO Unix, Linux, BSD,
AIX, HP-UX dan sebagainya. Untuk
mencari satu orang yang menguasai
semuanya sangatlah sulit. Apalagi
jika dibutuhkan sumber daya
manusia (SDM) yang lebih banyak.
Disamping itu, kesulitan penegak
hukum untuk mengejar kemajuan
dunia telekomunikasi dan
komputer, cyber law masih dalam
proses pembuatan, tingkat
awareness masih rendah, technical
capability juga masih rendah, dan
potensi lubang-lubang keamanan
semakin besar, karena
meningkatnya kompleksitas sistem,
program menjadi semakain besar,
dari megabytes menjadi gigabytes,
ketergantungan komputer dan
jumlah komputer yang digunakan
semakin bertambah, nilai informasi
semakin berharga/tinggi, jumlah
operator komputer semakin
bertambah, jaringan sistem semakin
luas, hukum kurang menjangkau
kejahatan teknologi informasi,
belum ada manajemen yang
melakukan aksi preventive yang proaktif,
pola bisnis berubah, partners,
alliance, inhouse development,
outsource dan sebagainya. Untuk
itu, tanggung jawab TI security
merupakan tanggung jawab kita
bersama. Sebagai tanggung jawab
kita bersama, maka kita perlu untuk
melakukan pencegahan dan
penanggulangan, khususnya dalam
jajaran pemerintah dengan
instansinya yang terkait dan
bersinergi dengan pihak non
pemerintah. Hal ini perlu dilakukan,
mengingat adanya ”Lack of Law”,
dimana KUHP tidak mengatur
secara khusus kejahatan berbasis TI,
walaupun beberapa kasus dapat
dipakai pasa pasal-pasal tertentu.
UU No: 36 Tahun 1999 tentang
Telekomunikasi lebih fokus pada
pipeline issues. Kurang memadai
untuk menganggulangi masalahmasalah
yang terkait dengan ICT,
dan di lain sisi adanya Procedure
versus protecting privacy, Lack
of Cybercrime Expertise,
Jurisdiction versus Internet is
borderless World, dan kurangnya
kerjasama antara pihak-pihak
terkait.

0 komentar:

Posting Komentar

apakah saya UNik..?

Powered By Blogger

Aku dan dia

Aku dan dia

Pengikut

Mengenai Saya

Foto saya
jakarta, DKI JAKARTA, Indonesia
Wah,pengen tau deh...

Cari Blog Ini